Bisnis.com, JAKARTA – Greysia Polii / Apriyani Rahayu, pasangan ganda putri berhasil merebut medali emas di babak final bulutangkis Olimpiade Tokyo.
Hal ini menjadi capaian terbaik ganda putri Indonesia dalam 29 tahun di ajang pesta olahraga dunia itu.
Olimpiade Tokyo bisa menjadi Olimpiade terakhir yang diikuti Greysia Polii, mengingat usianya yang sudah 33 tahun. Sementara Apriyani Rahayu, yang saat ini berusia 23 tahun masih memiliki peluang besar untuk tampil di Olimpiade selanjutnya.
Raket Kayu buatan Ayah
Baca Juga
Untuk sampai ke titik ini, bagi Apriyani Rahayu tidaklah mudah. Wanita kelahiran Konawe, Sulawesi Tenggara, 29 April 1998 berbagi kisahnya saat masih kecil, ayahnya belum bisa membelikannya raket. Karena itu, ayahnya berinisiatif untuk membuatkan sebuah raket dari kayu untuk Apri, sapaan akrabnya.
Selain raket dari kayu, Apri melalui akun Instagram TV @badminton.ina juga membagikan kisahnya menggunakan raket bekas yang senarnya menggunakan tali pancing. Bahkan, kok yang sudah hancur masih dia pakai dan dia simpan untuk dimainkan di hari berikutnya.
“Pokoknya enak-enak aja, soalnya masih kecil juga,” kata Apriyani.
Apri masih ingat betul dengan raket pertamanya. Raket Astec warna biru, selalu dia peluk saat tidur. Dan jika senarnya putus, daripada membeli senar baru, Apri justru mengikatnya agar dapat dimainkan lagi.
Awalnya, Apri menganggap bulu tangkis hanya sebatas hobi dan belum bermimpi untuk menjadi atlit bulu tangkis. Pada akhirnya, dia masuk ke klub bulu tangkis di kampung halamannya, dan dengan dukungan penuh kedua orang tuanya, Apri akhirnya meneruskan hobinya dan memiliki impian untuk menjadi atlit bulu tangkis.
Perjuangan mencari biaya
Dalam Instagram TV @badminton.ina, Apri juga membagikan kisah ayahnya yang mencari dana agar dia bisa ikut bertanding di Makassar. Mulai dari DPRD hingga Bupati, didatangi oleh ayahnya agar Apri memiliki biaya untuk berangkat ke Makassar.
Apri mengaku tidak tahu mengapa ayahnya seperti itu. Namun, ayahnya sangat bertekad dan benar-benar mendukungnya.
Suatu hari, saat akan kembali ke Jakarta, Apri tidak memiliki biaya dan ayahnya mengajak untuk menemui orang-orang yang bersedia membiayai kepulangan Apri ke Jakarta.
“Ya udahlah Pa, kalau mereka mau bantu ya bantu aja, ngga usah nyari-nyari,” kata Apri saat itu.
Namun, Apri mengakui di daerahnya banyak sekali atlit yang tidak berkembang karena kendala biaya. Karena ayahnya tahu mereka kekurangan dana, mau tidak mau mereka harus aktif untuk mencari dana agar Apri bisa meraih impiannya.
Di tengah keterbatasan pada saat itu, Apri mengungkapkan dia sangat menikmati masa-masa itu. Kini, dia bangga atas apa yang sudah dilewatinya dan menjadikan pengalaman masa kecilnya sebagai pengalaman yang berharga untuknya.