Bisnis.com, JAKARTA - Kegagalan atlet judo tunanetra Indonesia, Miftahul Jannah, bertanding di Asian Para Games 2018 mengundang pro dan kontra.
Banyak kalangan menilai keputusan tersebut merupakan diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu.
Brian Jeoung Gissick, Technical Delegate (TD) Blind Judo Asian Para Games 2018 pun memberikan penjelasan agar tidak ada lagi terjadi kesalahpahaman.
Dalam jumpa pers di venue Blind Judo Asian Para Games 2018, JIExpo Kemayoran Jakarta, Selasa (9/10/2018), Brian Jeoung Gissick menjelaskan tentang peraturan International Judo Federation (IJF).
Brian mengatakan peraturan IJF sudah mengalami perubahan dibanding di Olimpiade 2012 di London.
"Tentu saja blind judo memiliki kekhususan tersendiri yang berbeda dengan judo untuk able body," kata Brian Jeoung Gissick seperti yang Bisnis kutip dari keterangan resmi Inapgoc, Selasa malam (9/10/2018).
Baca Juga
Peraturan IJF menyebutkan bahwa:
"Rambut panjang harus diikat sehingga tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada kontestan lainnya. Rambut harus diikat dengan pita rambut yang terbuat dari karet atau bahan sejenis dan tidak ada komponen kaku atau logam. Kepala tidak boleh ditutupi kecuali untuk pembalutan yang bersifat medis, yang harus mematuhi aturan kerapian kepala".
Brian mengatakan peraturan itu dibuat justru untuk melindungi atlet dari cidera.
"Peraturan ini dibuat justru untuk melindungi atlet. Guna menghindari kejadian penyalahgunaan kesempatan menggunakan penutup kepala untuk tujuan komersial dan politik. Tentu peraturan ini dibuat setelah dilakukan kajian," papar Brian.
Angelica Wilhelm selaku_Referee Director International Blind Sport Association (IBSA) menuturkan peraturan ini sudah disosialisakan saat technical meeting kepada seluruh kontingen negara peserta termasuk tim Indonesia.
"Semua peraturan sudah diterangkan dengan gamblang sejak 3 bulan lalu.
Apalagi aturan ini juga bertujuan untuk mencegah bahaya teknik kuncian Newaza (ground fighting) yang berpotensi bahaya bagi atlet yang bertanding," jelas Angelica Wilhelm.
Ketua Umum INAPGOC Raja Sapta Oktohari menegaskan pihaknya menghormati peraturan IJF dan juga menghormati keputusan Miftah.
Dia menambahkan tentu banyak pelajaran yang bisa dipetik. Terlebih ini pertama kali Indonesia mengikuti blind judo di Asian Para Games.
"Ini pelajaran berharga buat kita. Pentingnya regulasi dipelajari detail sebelum mengikuti suatu pertandingan. Bukan hanya untuk blind judo, tapi juga olahraga lainnya," kata Okto.
Miftahul Jannah didiskualifikasi dari pertandingan blind judo kelas 52 kg Asian Para Games 2018, Senin (8/10).
Dia menolak melepas hijab meski saat jumpa media bersama dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi di GBK Arena tadi siang (9/10) Miftah sendiri mengakui dia telah mengetahui peraturan regulasi dari IJF tersebut.
Namun gadis polos ini masih mengira bahwa peraturan tersebut dapat berubah.
"Miftah sudah tahu bahwa ada aturan untuk membuka hijab ketika pertandingan di mulai. Tapi, Miftah ingin menerobos itu semua karena Miftah ingin mempertahankan prinsip Miftah [untuk tidak buka hijab]," ungkapnya saat melakukan jumpa media di GBK Arena, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2018).
Menpora juga berharap bahwa didiskualifikasi nya Miftah tidak disangkut pautkan dengan hal-hal di luar olahraga. Karena terdiskualifikasi nya atlet blind judo tersebut murni atas regulasi atau aturan internasional yang sudah ditetapkan.
"Tentu peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi National Paralympic Committee (NPC) khususnya, dan pihak-pihak yang bergelut di olahraga untuk kedepannya betul-betul mengingat regulasi yang ada," pesan Imam.