Bisnis.com, JAKARTA - Atlet para games Indonesia dari cabang olahraga blind judo Miftahul Jannah memilih untuk beralih konsentrasi menjadi atlet permainan olah otak, blind chess.
Miftahul Jannah merupakan atlet blind judo yang didiskualifikasi karena tidak mau melepas hijabnya saat akan bertanding di nomor blind judo 52 Kg melawan atlet Mongolia, Oyun Gantulga, di babak 16 besar.
Keinginan Miftahul Jannah untuk menjadi atlet para catur diketahui Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi ketika bertemu dengannya, Senin malam.
"Semalam saya ketemu Miftahul Jannah itu jam 23.00 - 00.30 WIB. Kita bicara dari hati ke hati, mendengar apa yang Miftah rasakan, saya juga mendengar NPC sendiri, dari pelatihnya, dari deputi saya, dari semua pihak. Dari Inapgoc juga. Akhirnya Miftah katakan 'Saya ingin tetap jadi atlet dan akan berusaha mewakili Indonesia tapi tidak lagi di sekarang [cabor blind judo], Miftah akan menjadi atlet blind chess," tutur Imam saat ditemui usai jumpa media di Gelora Bung Karno Arena, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2018).
Saat ditanya mengapa menyukai catur, Miftah mengatakan dirinya menyukai catur sejak usia 4 tahun. Atlet asal Aceh ini mulai mengikuti turnamen-turnamen catur sejak masih berusia 6 tahun.
"Alhamdulillah hasilnya [kejuaraan catur] sangat memuaskan. Hobi yang sangat Miftah cintai yaitu catur. Catur itu bagaikan sahabat Miftah. Jadi, Miftah ingin mengabdi lagi kepada catur," tuturnya.
Miftah mantap memilih catur sebagai konsentrasi baru dirinya. Bahkan, lanjut Miftah, jika regulasi blind judo sudah memperbolehkan para atlet bertanding dengan mengenakan hijab, ia mantap untuk berkonsentrasi menjadi atlet catur di masa depan.
"Enggak [kembali ke blind judo] Miftah sudah berkomintmen akan berusaha menjadi atlet catur meskipun banyak rintangan yang harus Miftah lewati," ungkapnya tegas.
Miftah menegaskan dirinya tidak kecewa didiskualifikasi dari pertandingan blind judo, kemarin (8/10/2018). Miftah mengatakan tidak melepas jilbab merupakan prinsipnya.
"Kecewa dengan hal yang kemarin sih enggak. Karena itu [berseberangan dengan] prinsip Miftah. Rasa kecewa itu sudah tertutupi oleh keyakinan Miftah karena keyakinan [agama] itu di atas segala-galanya," kata Miftahul Jannah sambil tersenyum.