Bisnis.com, JAKARTA - Atlet para judo Kontingen Indonesia, Miftahul Jannah, didiskualifikasi saat akan turun bertanding di nomor blind judo 52 Kg.
Miftahul yang akan bertanding dengan para inspirasi asal Mongolia, Oyun Gantulga di babak 16 besar.
Alasan utamanya adalah karena dia tidak mau melepaskan hijab yang dia kenakan.
Sebenarnya sudah ada aturan yang memaparkan bahwa hijab memang tidak diperbolehkan untuk dikenakan sang atlet saat bertanding, hal tersebut dilakukan demi keamanan si atlet.
Ketua National Paralimpyc Committe (NPC) Indonesia, Senny Marbun mengatakan bahwa masalah aturan lepas hijab bukanlah hal diskriminatif hal tersebut murni dilakukan untuk menjaga keselamatan si atlet.
"Saya sangat menyesal ini terjadi. Hijab itu sensitif [jika dipakai untuk pertandingan Judo]. Banting-bantingan, pelukan blind. Hijabnya kalau [sampai] kecekik bagaimana. Itu bisa menjadi masalah besar," tutur Senny Marbun saat memberikan keterangan resmi di Media Press Center Asian Para Games 2018, GBK Arena, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, (8/10/2018).
Baca Juga
Senny bahkan sampai meminta maaf karena dia menganggap bahwa hal merupakan kesalahan NPC yang percaya begitu saja kepada sang pelatih judo.
Ternyata, sang pelatih tersebut rupanya terhalang masalah bahasa.
"Memang aturan-aturannya sudah ada. Kita kemarin itu dapat aturannya itu, regulasinya itu baru kita dapat sebelum berangkat ke sini. Kita register by name itu kita terima. Pas terima itu pelatihnya enggak mengerti bahasa inggris dia juga tidak mau tanya teman-temannya yang bisa mengartikan. Itu saja masalahnya dan saya menyesal ini terjadi karena masalah hijab sensitif," paparnya.
Sebelumnya, larangan mengenakan hijab di cabor judo disoroti juga pada Olimpiade 2012 di London.
Saat itu, judoka asal Arab Saudi, Wodjan Shaherkani, memutuskan mengenakan penutup kepala hanya untuk menutup rambutnya.