Bisnis.com, JAKARTA - Acara pembukaan dan penutupan Asian Games 2018 mungkin tidak akan berjalan lancar apabila Herty tidak mau berkorban untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai Direktur dan Produksi salah satu televisi swasta Indonesia.
Sambil tertawa, Herty menceritakan bahwa awalnya bukan dia yang yang ditunjuk sebagai Direktur Ceremony Asian Games 2018.
"Awalnya aku ditunjuk sebagai wakil direktur ceremony, awalnya mas Tama [Wishnutama] yang ditunjuk jadi Direktur Ceremony," tutur Herty kepada Bisnis saat ditemui di kantor Deputi II Inasgoc, Lantai 12, FX Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Herty mengatakan kesibukan Wishnutama yang juga menjabat sebagai pemimpin di salah satu televisi swasta Indonesia, membuat ayah dari empat orang anak itu tidak bisa menjabat sebagai Direktur Ceremony.
"Karena kita harus tiap hari mengurus untuk acara pembukaan dan penutupan, akhirnya bagi tugas, Mas Tama khusus konsen untuk kreatif konten, kalau di sini saya yang menyiapkan infrastukturnya," tuturnya.
Ibu dua orang anak ini merupakan orang di balik layar yang melancarkan jalannya acara pembukaan dan penutupan Asian Games 2018.
Jadi, dia adalah orang yang harus mau 'pusing' untuk memikirkan perizinan, budget untuk acara, kebersihan di sekitar tempat acara pembukaan dan penutupan sampai menghadap kepada orang pemerintah yang terlibat.
Selain itu, ada pengorbanan besar yang harus dia lakukan untuk mengurusi administrasi bagian ceremony Asian Games 2018.
"Jadi, karena di sini harus office hour, jam 9 pagi sudah harus rapat, belum harus koordinasi dengan instansi-instansi yang terlibat, jadi saya resign saya benar-benar full time di sini," tuturnya.
Herty mengatakan dia tidak menyesalkan keputusan besarnya untuk meninggalkan pekerjaan dengan posisi yang sudah 'nyaman' apalagi secara jujur dia mengatakan bahwa dia adalah penikmat olahraga.
"Dari dulu aku suka olahraga, menurut aku enaknya bekerja [yang berhubungan dengan olahraga itu] kita jadi saksi sejarah perjalanan bangsa itu yang beda," lanjutnya.
Dia juga menuturkan banyak kesan tersendiri dengan pekerjaannya saat ini, contoh yang paling dia rasakan adalah dia harus mengambil jalan keluar terbaik dari berbagai kepentingan para instansi yang terlibat untuk kesuksesan Asian Games 2018.
"Kalau kita di perusahaan, bos ngomong apa yaudah kita ikutin kan, nah kalau di sini enggak, Inasgoc punya kepentingan apa, yang punya GBK juga punya kepentingan, belum KPUPR juga punya kepentingan, jadi aku dihadapkan untuk mencari solusi terbaik dari berbagai kepentingan tersebut," kata Herty.
Contohnya, saat Inasgoc ingin membangun couldron yang berbentuk keris, Herty mengatakan untuk membangunnya dia harus berkoordinasi ulet dengan pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (KPUPR).
"Itu membangunnya dengan perjuangan darah dan doa lho," tuturnya sambil tertawa.
Hal itu karena Komplek Gelora Bung Karno merupakan aset budaya negara dan saat itu KPUPR sudah merenovasi plazanya sehingga dia sempat menemui halangan untuk mewujudkan couldron yang kini menjadi salah satu spot foto menarik di Kompleks GBK tersebut.
"Saya sampai bilang, Pak saya kan cuma ditugasi, Bapak ngebolehin enggak? kalau enggak, saya bilang nih enggak boleh," kata Herty.
Herty melanjutkan, sulitnya izin untuk membangun couldron karena apalabila dibangun maka sama saja dengan merusak aset negara.
"Nah aset yang dirusak itu pertanggungjawabannya itu panjang sekali harus ke beberapa Instansi, saya menyadari bahwa pihak KPUPR juga tidak ingin salah karena kan memang menggunakan uang negara, tapi akhirnya setelah melalui proses panjang, jadilah itu couldron," tandasnya.