Mencoba untuk tegar, Eko Yuli Irawan akhirnya luluh. Saat lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengerkan dan bendera merah putih dinaikkan, mata pria kelahiran Kota Metro, Lampung itu, terlihat berkaca-kaca. Senyum yang tersungging di bibirnya lenyap. Dan, bahkan, air bening itu mengalir, membasahi kedua pipinya.
Lifter angkat besi, yang meraih perunggu di Olympiade 2008 di Beijing, China, baru saja merampungkan pertarungan merebut medali emas di cabang angka besi pesta olahraga multievent bangsa Asia --Asian Games 2018-- yang digelar di JIExpo Hall A, Selasa (21/8/2018).
Pemegang gelar the best lifter di Kejuaraan Angkat Besi Dunia Yunior 2007 di Praha, Republik Ceko, yang turun di kelas 62 kilogram, bukan hanya meraih medali emas. Selain menyingkirkan 15 pesaingnya di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Eko berhasil meraih total angkatan 311 kg dari jenis angkatan snatch 141 kg serta clean and jerk 170 kg, dan mengahrumkan nama Indonesia di pentas dunia.
Foto:Reuters
Eko --yang bertubuh kekar seperti Hercules, pahlawan dan dewa Romawi-- bukan pria atau atlet yang dikategorikan jumawa. Bahkan, seperti dipaparkannya kepada Antara, sejak awal dia tidak berjanji untuk meraih medali emas karena harus melihat situasi dan kondisi di lapangan.
"Kita bersama pelatih selalu melihat peluang dan kondisi angkatan lawan. Kita harus mencoba meninggalkan lawan lebih jauh, sehingga mereka tidak akan berani menaikkan angkatan yang cukup tinggi," kata dia.
Maka, kendati dirinya diperhitungkan sebagai favorit di nomor itu, yang pada Olimpiade 2012 di London meraih medali perunggu di kelas 62 kg, tetap tampil tenang. Terlebih, lawan-lawannya a.l. pesaing utamanya di Sea Games lalu --lifter asal Vietnam-- Trinh Van Vinh juga tampil dan harus puas dengan perak. Termasuk lifter tangguh asal Uzbekistan, Adkhamjon Ergashev, yang akhirnya harus puas dengan perunggu.
Namun, kehadiran Presiden Joko Widodo atau Jokowi, membuat dirinya seperti mendapatkan tambahan semangat. Apalagi Jokowi, yang ditemani Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin dan Menteri Pemuda Olahraga Imam Nahrowi, terlihat memanjatkan doa untuk kesuksesan Eko menjelang Eko mengangkat barbelnya.
Bagi Eko Yuli Irawan, yang lahir 24 Juli 1989, medali emas itu bukan yang pertama. Di Olimpiade Beijing 2008, Eko meraih medali perunggu. Sebelumnya, di kejuaraan angkat besi dunia yunior di Praha, Republik Ceko tahun 2007, Eko meraih emas dan mendapatkan penghargaan sebagai the best lifter. Pada Olimpiade London 2012, Eko untuk kedua kalinya, secara berturut-turut, menjadi penyumbang medali pertama Indonesia, dia meraih medali perunggu di kelas 62 kg, dia menduduki peringkat ketiga dengan total angkatan 317 kg.
Anak dari pria bernama Saman, seorang pengayuh becak, dan Wastiah (ibunya) seorang penjual sayur, kini bukan hanya membuktikan, kemiskinan bukan penghalang untuk mencetak prestasi dunia. Lebih dari itu, Eko yang mengawali kecintaannya pada angkat besi dengan menyaksikan sekelompok orang berlatih angkat besi di sebuah klub di daerahnya sekitar tujuh tahun silam, telah menegaskan kemiskinan bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Justru semangat untuk meraih prestasi mendorong pria --yang menanti kelahiran akan keduanya-- untuk mengubah hidupnya dan keluarganya menjadi lebih baik
Kendati didera kondisi ekonomi keluarga yang teramat lemah, Eko yang mulai merintis prestasinya saat sebagai lifter terbaik di Kejuaraan Dunia Yunior 2007, saat itu ia meraih medali emas, mampu membawa diri meraih capaian dengan gemilang.
Kini, bukan hanya kemiskinan yang sirna. Lebih dari itu, semangat pantang menyerah untuk mengubah hidup dan ingin berprestasi, mampu melahirkan prestasi yang membangakan bangsa dan negara, Termasuk kebanggaan bagi Presiden Jokowi, yang hadir di hadapannya. "Ini kemenangan untuk Indonesia," kata peraih perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016, yang dikutip Antara.