Bisnis.com, BERLIN — Mustafa Ozil sempat marah besar ketika sang anak, Mesut Ozil, dicecar Manajer Timnas Jerman, Oliver Bierhoff, seusai penampilan buruk di Piala Dunia 2018.
Saat itu, Bierhoff menilai tim seharusnya mempertimbangkan untuk mencoret Ozil dari skuat sejak awal. “Kami gagal dengan Mesut, jadi mungkin kami mestinya tidak membawa dia di sebuah level olahraga,” ujar Bierhoff seperti dilansir Bild, awal Juli lalu.
Pernyataan tersebut membuat Ozil kian tersudut setelah banyaknya kritik publik Jerman atas pertemuannya dengan Recep Tayyip Erdogan sebelum Piala Dunia digelar. Kala itu Ozil memang belum berupaya memberi penjelasan terbuka terkait perjumpaannya dengan Presiden Turki tersebut.
“Pernyataan itu [yang diutarakan Bierhoff] tak beradab. Itu hanya ditujukan untuk menyelamatkan satu orang tertentu. Kalau saya berada di posisi dia, saya akan bilang terima kasih dan sudah cukup!” ujar Mustafa.
Selang dua pekan, apa yang dikatakan Mustafa Ozil benar-benar terjadi. Sang anak memutuskan pensiun dari Die Nationalmannschaft seusai mengabdi selama sembilan tahun sejak debutnya pada Februari 2009. Meski baru berusia 29 tahun, Ozil mantap gantung sepatu lantaran gerah dengan diskriminasi yang terus diterimanya seusai pertemuannya dengan Erdogan.
“Perlakuan yang kuterima dari DFB [Federasi Sepak Bola Jerman] dan banyak pihak lain membuatku tidak ingin lagi mengenakan kaus timnas Jerman,” ujar gelandang Arsenal itu seperti dilansir Independent, Senin (23/7/2018).
Salah satu yang membuatnya muak adalah pernyataan Presiden DFB, Reinhard Grindel, yang menuduhnya sebagai keturunan imigran yang tak memiliki jiwa patriotik. Hal itu dilontarkan Grindel setelah melihat penampilan Ozil di Rusia yang seperti tanpa antusiasme. Grindel bahkan menginterogasi Oezil setelah pertemuannya dengan Erdogan.
“Di mata Grindel dan para pendukungnya, saya Jerman ketika kami menang. Namun ketika kalah, saya adalah seorang imigran,” cetus pemain berdarah Turki itu.
Media Jerman
Ozil juga mengkritik keras media Jerman yang dinilai bertindak tidak adil dan rasial terhadap dirinya. Media Jerman memang terus mengungkit pertemuan Ozil dengan Erdogan dan menyebut hal itu sebagai propaganda politik sang pemain. Saat Tim Panser tersingkir di Piala Dunia 2018, salah satu media di Jerman justru memasang foto Ozil bersama Erdogan sebagai headline.
“Jika koran dan pundit menemukan kesalahan pada permainan saya, saya bisa menerimanya. Yang saya tidak bisa terima, media Jerman berulang kali menyalahkan asal muasal saya dan menggunakan saya sebagai gambaran kegagalan di Piala Dunia sebagai perwakilan seluruh tim,” kata dia.
Pemain yang menyumbang 23 gol dan 40 assist bagi Jerman ini menjelaskan pertemuannya dengan Presiden Turki sebatas untuk penghormatan untuk negeri asal muasalnya, bukan sebuah propaganda politik.
“Itu bukan alasanku bermain sepak bola dan aku tidak akan diam saja. Rasisme seharusnya tidak pernah diterima,” tandas pemain kelahiran Gelsenkirchen, Jerman, itu.